21 November 2010

Konferensi Nasional APIP Tahun 2010



Konferensi Nasional Internal Auditor Pemerintah diselenggarakan dengan tujuan untuk menyamakan persepsi, arah dan pandangan diantara Pimpinan APIP dalam konsep strategi peningkatan kapasitas pengawasan intern pemerintah melalui pembinaan Auditor dan tata kelola APIP.

Pada tanggal 23 s.d 26 November 2010, bertempat di Hotel Horison, Bandung akan berlangsung Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 yang akan dbuka oleh Menteri PAN dan RB. 

Konferensi Nasional Internal Auditor Pemerintah diselenggarakan dengan tujuan untuk menyamakan persepsi, arah dan pandangan diantara Pimpinan APIP dalam konsep strategi peningkatan kapasitas pengawasan intern pemerintah melalui pembinaan Auditor dan tata kelola APIP dengan sasaran: 
  1. Membangun komitmen dan meningkatkan pemahaman atas pentingnya mewujudkan APIP yang efektif menurut kriteria PP Nomor 60 Tahun 2008, yaitu peran APIP dalam assurance, consulting activities dan anti corruption activities;
  2. Membangun komitmen dan meningkatkan pemahaman atas peran APIP dalam peningkatan kualitas laporan keuangan (peningkatan opini BPK), efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara dan pencegahan korupsi PBJ (early warning system);
  3. Meningkatkan pemahaman atas pentingnya peningkatan kualitas tata kelola APIP
Konferensi tersebut akan diikuti oleh para pimpinan APIP seluruh Indonesia dengan materi konferensi dibagi meniadi materi sesi pleno, materi sesi komisi dan materi pendukung. Adapun output yang diharapkan adalah:
  1. Tersusunnya Deklarasi Konferensi Nasional APIP yang memuat Kesepakatan untuk melaksanakan pengawasan intern yang efektif dalam rangka memperkuat penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat/Daerah;
  2. Tersusunnya Prosiding hasil Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 yang memuat arahan para stakeholders, konsep kebjakan pembinaan auditor dan tata kelola APIP;
  3. Tersosialisasikannya ketentuan JFA.






20 November 2010

Auditor Internal, profesi yang membanggakan...


Judul tersebut di atas saya baca di rubrik ragam pengawasan, Majalah Auditoria, Volume IV No.18 Mei-Juni 2010 yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, merupakan isi dari pidato Gery Fox, Chairman of the Board of Institute of Internal Auditor (IIA) periode 2007, pada saat menyampaikan tema kepemimpinannya, sangat memotivasi para auditor di seluruh dunia, untuk bangga dengan profesi sebagai auditor internal. Saya pun ikut termotivasi setelah membaca artikel tersebut, semoga anda juga. Berikut antara lain isi tulisan tersebut.

Profesi sebagai auditor internal, selalu menyajikan tantangan baru setiap harinya. Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik, bisa membuat perbedaan yang nyata. Berbeda dengan dulu, di mana audit internal dilakukan "terhadap orang". Kita mencari kesalahan, mengidentifikasi pelakunya, kemudian merekomendasikan hukumannya. Kini kita bekerjasama dengan manajemen mencari solusi atas permasalahan.

Ini adalah perubahan terbesar dalam profesi ini. Kini kita lebih seperti teman yang kritis, bukan polisi. Fokus kita adalah "memberikan nilai tambah", bukan lagi mencari-cari kesalahan. Saran saya, lakukan riset yang serius tentang profesi ini. Masuk ke situs IIA, pelajari, baca seluk beluknya, dan perhatikan standarnya. Meskipun tampak membosankan dan sederhana, standar memberikan gambaran yang bagus tentang pekerjaan dan fokus auditor internal.

Tidak ada cara yang lebih baik
dalam memahami auditor internal
kecuali dengan melakukannya.

Atribut yang dibutuhkan auditor internal dalam 20 tahun terakhir ini tak banyak berubah. Faktor terpenting adalah komunikasi. Anda takkan bisa jadi auditor internal yang baik jika tak dapat berkomunikasi dengan hampir semua orang. Tentu saja komunikasi mencakup kemampuan berbicara sekaligus mendengarkan orang lain, serta komunikasi tertulis.

Pada pelaksanaan audit, hal pertama yang sering saya tanyakan adalah "Ceritakan apa yang anda kerjakan...". Maka mendengarkan auditi adalah bagian yang sangat penting dalam audit.

Tema Kepemimpinan saya adalah "Raising the Bar". Tema ini saya rumuskan dengan tujuan meningkatkan kredibilitas profesi dan menyampaikan kepada dunia korporasi dan profesi bahwa kita adalah kaum profesional yang sebenarnya. Posisi profesi auditor internal ditingkatkan dengan menerima tantangan manajemen. Secara individual, auditor semakin profesional dan dapat diandalkan.

Sebuah pepatah Afrika mengatakan, "Laut yang tenang tidak akan melahirkan pelaut yang tangguh". Tantangan bagi auditor internal selalu tinggi, setinggi peluang untuk mengembangkan diri. Cara auditor internal menghadapi tantangan akan menentukan nasib kita di masa depan. Kita harus memperbaharui tekad, mempertajam keahlian, membuktikan komitmen, dan memperluas bidang keahlian. Mengutamakan pengendalian internal, melihat dan mengenali resiko, membantu manajer menangani resiko dan seterusnya belumlah cukup. Kita harus memikirkan pendekatan lain, pendekatan proaktif. Jangan menunggu sesuatu terjadi. Kita harus bergerak lebih sigap mengenali masalah yang dapat atau akan mempengaruhi organisasi di kemudian hari. Auditor internal harus peka terhadap perkembangan lingkungan kerja dan memikirkan cara membantu dan menghadapinya.

Stakeholder dan pimpinan organisasi selalu memprioritaskan peningkatan governance. Auditor internal - sebagai kunci utama manajemen yang efektif - berada di garis depan meyakinkan bahwa segala sesuatu dalam organisasi berjalan dengan sebagaimana mestinya. Jika ada kekacauan, auditor internal harus mampu memberikan peringatan dini dan rekomendasi untuk perbaikan. Para profesional auditor internal saat ini mulai  diperhitungkan dan diperhatikan manajemen.

Kita perlu meningkatkan kualitas, agar saat orang berpikir tentang auditor internal, mereka berpikir dan membayangkan tentang seorang profesional dan seseorang yang dapat diandalkan. Itu dapat dilakukan dengan selalu meningkatkan kualifikasi.

Manajemen perlu diyakinkan bahwa auditor internal dapat diperhitungkan karena memiliki kecakapan dan metodologi yang memadai. Itu akan menjadikan kita memiliki kredibilitas yang harus selalu meningkat. Untuk menjadi auditor internal yang sukses, jangalah terburu-buru menarik kesimpulan. Karena itu seringkali menyesatkan. Di masa lalu kita sering hanya dengan melihat sekitar, untuk kemudian membuat kesimpulan.

Hal penting berikutnya adalah memeriksa fakta-fakata. Fakta penting sebagai bukti dalam memberikan nilai tambah bagi manajemen. Ada saat dimana manajemen mengandalkan auditor internal untuk memeriksa pengendalian intern dan memberi saran untuk pengeloaan resiko.

Tapi itu saja belum cukup, jika kita tidak dapat membuat pelayanan, sistem atau proses menjadi lebih baik dari sebelumnya, berarti kita belum bekerja dengan semestinya.

Hal terakhir yang ingin saya sampaikan kepada komunitas auditor internal adalah berbanggalah dengan profesi auditor internal. Ini adalah profesi yang hebat. Kita membuat langkah menjadi semakin baik dan semakin meningkat lagi. Jangan malu menjadi auditor internal. Ini profesi penting yang membuat organisasi menjadi semakin baik.

Harapan saya adalah, saat ditanya oleh tetangga atau teman, "Apa pekerjaan anda?", janganlah menjawab, "Saya semacam akuntan" atau Saya semacam manajer resiko", tetapi jawablah dengan mantap, "Saya seorang auditor internal....".

Orang akan berkomentar, "Oh ya, saya tahu. Itu adalah profesi yang bagus. Ah, seandainya saya adalah auditor internal....".

Sumber : Majalah Auditoria (cwl, disadur dari Majalah Katalis No.5, April 2010)






Download Majalah Auditoria



Majalah Auditoria merupakan majalah yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Sehubungan dengan Link asli Majalah Auditoria yang disiapkan dalam bentuk pdf oleh admin Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan telah rusak, atas saran/komentar pembaca, kami berusaha menyiapkan filenya yang dapat di download dengan cara klik link di bawah ini kemudian pilih "FILE": lalu pilih  "Download". Selamat mendownload, semoga bermanfaat.











Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual activities conform the planned activities.

Menurut Winardi, “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai:
“pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.”

atau

“suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.”


Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai
“proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.”

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control).

Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
  1. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
  2. menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;
  3. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. 
Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.
















18 November 2010

Menghitung Kompetensi sang Auditor Internal



Pada masa yang lalu stigma buruk pernah melekat pada aktivitas audit internal di negeri kita. Tempat buangan, lahan parkir,  atau tempat hukuman adalah istilah yang sering disematkan bagi satuan kerja audit internal. Lepas dari sikap pihak-pihak eksternal audit internal yang tidak memperlakukan audit internal sebagaimana mestinya, salah satu hal yang memiliki andil memperkuat stigma tersebut adalah buruknya kondisi internal audit internal, terlebih mengenai kompetensi sang auditor internal. Dalam lingkungan yang berubah, di mana dalam banyak ketentuan perundang-undangan dan regulasi serta kebutuhan yang ada telah mendorong suasana yang semakin kondusif bagi audit internal, tidak ada alasan lagi bagi kelanggengan stigma tersebut apabila dari kalangan internal profesi auditor internal mau membenahi masalah kompetensi ini.

Dalam standar audit internal butir 1210 mengenai proficiency dinyatakan bahwaAuditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Aktivitas Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.” Pertanyaannya adalah: pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi apa saja kah yang harus dimiliki oleh seorang auditor internal dan secara kolektif harus dimiliki oleh Aktivitas Audit Internal?

KERANGKA

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, The Institute of Internal Auditor (IIA) telah, dan terus mengembangkan, Internal Auditor Competency Framework. Kerangka ini disusun oleh para ahli dan sukarelawan berdasarkan survey dan benchmarking praktik audit internal secara global, untuk menguraikan tingkat minimum pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan auditor internal dan aktivitas audit internal agar dapat secara efektif melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Kerangka ini dibagi dalam empat bidang, yaitu:
  • Keahlian Antarpersonal (Interpersonal Skills)
  • Peralatan dan Teknik (Tools and Techniques)
  • Standar, Teori, dan Metodologi Audit Internal
  • Area-area pengetahuan (Knowledge Areas)
Keempat bidang di atas bersifat generik untuk semua industri. Dalam masa-masa mendatang bukan tidak mungkin The IIA akan mengembangkan kompetensi berdasarkan industri secara spesifik.

Keahlian Antarpersonal

Keahlian antarpersonal adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Dalam bidang keahlian ini seorang auditor internal dipersyaratkan antara lain mampu membuat pengaruh dan memanfaatkan taktik persuasi, menyampaikan pesan dengan jelas dan meyakinkan, serta mau mendengarkan. Selain itu, dia juga harus mampu melakukan fungsi manajemen seperti mengembangkan kebijakan dan prosedur, staffing, perencanaan, penetapan prioritas, mengelola kinerja, dan juga fokus pada customer. Selanjutnya seorang auditor internal juga harus mampu mengelola waktu, menginspirasi orang lain, menjadi katalis perubahan, berkolaborasi dan kooperasi, mengelola konflik, serta menciptakan sinergi kelompok.

Peralatan dan Teknik

Peralatan dan teknik bagi auditor internal ibarat senapan bagi seorang tentara. Dalam hal-hal teknis seorang auditor internal diharapkan mampu menggunakan alat-alat riset operasional dan manajemen, teknik forecasting, manajemen projek, analisis proses bisnis, Balance Scorecard, teknik penilaian risiko, pengendalian, dan governance,  teknik pengumpulan data dan teknik analisis (sampling, ekstraksi/pengumpulan data, data mining, korelasi, analisis tren, wawancara, kuesioner, checklist), alat dan teknik pemecahan masalah, serta teknik audit berbantuan komputer (TABK) bila diperlukan.

Standar, Teori, dan Metodologi Audit Internal

Sebagai kompetensi inti seorang auditor internal wajib memahami definisi audit internal, kode etik, standar atribut dan standar kinerja yang diatur dalam standar internasional audit internal. Standar atribut meliputi antara lain maksud, wewenang, dan tanggung jawab audit internal, independensi, keahlian, due professional care, pendidikan berkelanjutan, serta quality assurance. Sedangkan standar kinerja meliputi antara lain manajemen audit internal, seperti: perencanaan, manajemen sumber daya, kebijakan dan prosedur, koordinasi, dan pelaporan kegiatan. Dalam standar kinerja juga diatur mengenai perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut penugasan.

Area-area Pengetahuan

Area pengetahuan adalah bidang-bidang pengetahuan yang harus dikuasai auditor internal karena sangat berhubungan dengan nature lingkup kerja auditor internal, antara lain: akuntansi keuangan dan manajemen keuangan, akuntansi manajerial,hukum dan ketentuan perundang-undangan, hukum, ekonomi, kualitas, etika dan kecurangan teknologi informasi, serta teori dan perilaku organisasi.

PENILAIAN

Di dalam IA Competency framework tersebut masing-masing kompetensi dibedakan untuk tingkatan Kepala Eksekutif Audit (CAE), direktur, manajer audit, Supervisor, auditor staf senior, dan auditor staf junior (yang memiliki pengalaman di bawah 1 tahun). Pembedaan kompetensi dilambangkan dalam skala 1 sampai dengan 4, di mana penjelasannya adalah sebagai berikut:
  • 1 = Sekedar pengenalan (awareness)
  • 2 = Kompetensi dan pengetahuan dasar dengan dukungan dari orang lain
  • 3 = Kompeten secara independen dalam situasi yang rutin
  • 4 = Kompeten secara independen dalam situasi yang unik dan kompleks
KESIMPULAN
Setiap kita, auditor internal, dapat menilai kompetensi diri kita masing-masing dengan bantuan competency framework dari The IIA di atas. Segera download framework di sini atau di sini utk XL file. Silakan nilai dengan jujur skala kompetensi kita sesuai dengan kriteria penilaian, kemudian bandingkan dengan skala ideal yang diharapkan untuk posisi/tingkatan yang sesuai dengan posisi kita.

Jadi, apakah Anda auditor internal yang kompeten?








Peran Audit Internal dalam Investigasi Kecurangan

“Jika Anda meng-hire saya untuk menangkap fraudster, ada kemungkinan Anda telah salah orang”, demikian kisah seorang tokoh audit internal Indonesia menceritakan interview dalam rekrutmen auditor internal yang pernah dialaminya. Demikianlah kenyataannya. Banyak pihak mempersepsi aktivitas audit internal adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menangkap pelaku kecurangan (fraud). Padahal, auditor internal tidak lah sama dengan investigator ataupun fraud examiner.

Lantas, bagaimana sesungguhnya peran Aktivitas Audit Internal dalam investigasi kecurangan yang perlu dilakukan oleh organisasi?

Memang, banyak di dalam standar audit internal terakhir yang menghubungkan audit internal dengan kecurangan. Di dalam Standard 1200: Proficiency and Due Professional Care, misalnya, auditor internal harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengevaluasi risiko terjadinya kecurangan serta mengevaluasi apa yang telah dilakukan organisasi untuk mitigasinya. Hal senada juga diatur dalam standard 2060: Reporting to Senior Management and the Board, Standard 2120: Risk Management, atau Standard 2210: Engagement Objectives. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam Standard 1200 tersebut, pengetahuan yang dibutuhkan dimaksud tidak dipersyaratkan pada tingkatan sebagaimana pengetahuan dan keahlian seseorang atau pihak yang tanggung jawab utamanya memang mendeteksi dan menginvestigasi kecurangan.

Sesuai dengan practice guide Internal Auditing and Fraud yang dikeluarkan oleh IIA Desember 2009 lalu, peran Aktivitas Audit Internal dalam investigasi tidaklah kaku dan tidak tunggal. Menurut IIA, Aktivitas Audit Internal dimungkinkan untuk memikul tanggung jawab utama investigasi kecurangan. Selain itu, Aktivitas Audit Internal dapat juga bertindak sekadar sebagai penyedia sumber daya untuk investigasi, atau sebaliknya, dapat juga tidak dilibatkan dalam investigasi. Aktivitas Audit Internal dapat tidak terlibat dalam investigasi di antaranya karena harus bertanggung jawab untuk menilai efektivitas investigasi. Sebab lainnya adalah karena tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk terlibat dalam investigasi. Apapun pilihannya, pertama sekali pilihan peran tersebut perlu didefinisikan lebih dahulu di dalam piagam audit internal, kebijakan, serta prosedur terkait dengan kecurangan yang ditetapkan di dalam perusahaan.  Peran-peran yang berbeda tersebut dapat diterima sepanjang dampak dari pilihan-pilihan peran tersebut terhadap independensi aktivitas audit internal disadari dan ditangani dengan tepat.

Dalam hal Aktivitas Audit Internal diberikan peran utama untuk bertanggung jawab dalam investigasi kecurangan, maka harus dipastikan bahwa tim yang bertugas untuk itu memiliki keahlian yang cukup mengenai skema-skema kecurangan, teknik investigasi, ketentuan perundang-undangan dan hukum yang berlaku, serta pengetahuan dan keahlian lain yang dibutuhkan dalam investigasi. Tenaga staf yang diperlukan dapat diperoleh dari dalam (in-house), outsourcing, atau kombinasi dari keduanya.

Dalam beberapa kasus, audit internal juga dapat menggunakan staf nonaudit dari unit lain di dalam organisasi untuk membantu penugasan. Hal ini sering terjadi bila keahlian yang diperlukan beragam dan tim harus dibentuk dengan segera. Dalam hal organisasi membutuhkan ahli eksternal, CAE perlu menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi lembaga penyedia sumber daya eksternal terutama dalam hal kompetensi dan ketersediaan sumber daya.

Dalam hal di mana tanggung jawab utama untuk fungsi investigasi tidak ditugaskan kepada Aktivitas Audit Internal, Aktivitas Audit Internal masih dapat diminta untuk membantu penugasan investigasi dalam mengumpulkan informasi dan membuat rekomendasi untuk perbaikan pengendalian internal.

Referensi:
  • Practice Guide: Internal Auditing and Fraud, The IIA, December 2009
Sumber : http://auditorinternal.com/2010/05/08/peran-audit-internal-dalam-investigasi-fraud/
 

Mengukur Kinerja Audit Internal

Siapa mengawasi pengawas?

Ini sebuah pertanyaan berputar dilematis yang barangkali tidak mudah berakhir. Sebagai ‘lembaga pengawas’ di suatu organisasi, audit internal tidak luput dari pertanyaan tersebut. Siapa yang mengaudit aktivitas audit internal Anda?

Self-assessment review?

Atau, ada pihak independen yang disewa untuk mengevaluasi kinerja aktivitas audit internal Anda?
Atau, malah aktivitas audit internal Anda ‘tak tersentuh’, terhindar dari pertanyaan di atas?

Sesuai rumpun standar 1300, Aktivitas Audit Internal harus menerapkan program pemastian kualitas dan peningkatan (QAIP - Quality Assurance and Improvement Program). Secara umum program tersebut dilakukan untuk memastikan beberapa hal pokok, yaitu:
  1. Kesesuaian aktivitas audit internal dengan kode etik, definisi, dan standar audit internal yang berlaku umum
  2. Efisiensi dan efektivitas aktivitas audit internal
  3. Mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan dan peningkatan
Di dalam standar QAIP tersebut juga diatur bagaimana dan siapa yang melakukan penilaian terhadap Aktivitas Audit Internal. Program tersebut dilakukan melalui review internal dan review eksternal. Review internal dilakukan secara terus menerus sebagai bagian yang terintegrasi dengan proses manajemen Aktivitas Audit Internal. Selain itu review internal juga dilakukan secara berkala, baik oleh personil di dalam Aktivitas Audit Internal sendiri atau personil lainnya di dalam organisasi yang menguasai kerangka profesional praktik audit internal. Sedangkan review eksternal dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh pihak-pihak independen di luar organisasi dengan kompetensi dan prosedur yang diatur oleh kerangka profesional praktik audit internal.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana mengukur hal-hal tersebut. Mengukur kesesuaian dengan dengan kode etik, definisi, dan standar audit internal relatif lebih mudah dilakukan dengan membandingkan aktivitas audit internal terhadap kode etik, definisi, dan standar audit internal yang telah diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors. Sedangkan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas operasional terlebih dahulu diperlukan penentuan kerangka pengukuran kinerja audit internal.

Untuk menetapkan ukuran kinerja yang efektif, Kepala Eksekutif Audit harus terlebih dahulu mengidentifikasi aspek-aspek dalam kinerja audit internal yang kritikal. Salah satu cara yang sering digunakan di antaranya adalah kerangka yang diadaptasi dari pemikiran Kaplan dan Norton, Balanced Scorecard, yang menyarankan aspek pengukuran kinerja audit internal ke dalam perspektif:
  1. Inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah audit internal mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
  2. Proses Audit Internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa audit internal memiliki keahlian.
  3. Manajemen/Auditee, adaptasi perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang audit internal.
  4. Board/Komite Audit, adaptasi dari perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana audit internal memandang stakeholders.
Ke empat perspektif tersebut saling berhubungan dalam hubungan sebab akibat dari bawah ke atas. Inovasi dan pembelajaran merupakan proses terus menerus di dalam aktivitas audit internal yang memungkinkan aktivitas audit internal bisa menjalankan proses audit internal dengan semakin baik dari hari ke hari. Dengan proses audit internal yang semakin baik, diharapkan kepuasan manajemen/auditee juga akan semakin meningkat. Dan pada akhirnya manajemen puncak sebagai pengemban utama misi organisasi juga akan merasakan kepuasan yang semakin meningkat atas layanan aktivitas audit internal.

Dengan menggunakan kerangka seperti ini, bila alur tersebut dibalik secara top-down, juga akan tampak garis merah bagaimana visi dan misi organisasi harus diterjemahkan ke dalam strategi operasional oleh manajemen. Selanjutnya strategi organisasi tersebut harus didukung oleh strategi aktivitas audit internal. Untuk mendukung strategi aktivitas audit internal dalam mendukung pencapaian misi organisasi tersebut, maka proses internal di dalam aktivitas audit internal harus senantiasa ditingkatkan dengan memberdayakan sumber daya dengan pembelajaran terus menerus dan selalu mencari inovasi baru. Dengan demikian akan tampak alignment antara misi perusahaan hingga ke sumber daya aktivitas audit internal.

Tentu saja, tidak ada satu alat ukur yang akan berlaku sama untuk setiap organisasi. Aktivitas audit internal di satu organisasi dapat berbeda dengan organisasi yang lain dalam struktur, proses, ukuran, jumlah staf, tools dan teknik yang digunakan, budaya organisasi, dan lain-lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menyebabkan satu indikator bisa berlaku di satu organisasi namun tidak bisa berlaku di organisasi yang lain. Namun, betapapun bervariasinya aktivitas audit internal dan teknik yang digunakan, pengukuran kinerja di mana-mana satu pada tujuan yaitu peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ditunjukkan dengan kesesuaian operasional aktivitas audit internal terhadap kerangka praktik profesi, berjalan secara efektif dan efisien, serta senantiasa mengarah ke perbaikan dan peningkatan dalam mendukung pencapaian misi organisasi.

Bagaimana dengan pengukuran di organisasi Anda sendiri?

Referensi:
  • The IIA, Practice Advisory 1311-2. 2004.
  • Kaplan, Robert S. and David P. Norton. The Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. 1992
sumber : http://auditorinternal.com/2010/01/31/mengukur-kinerja-audit-internal/ 



Sepuluh Buku Audit Internal Terlaris 2010


Berdasarkan order yang diterima  IIA Bookstore selama tahun 2010, berikut ini 10 buku paling laris sepanjang tahun:

1.  A New Auditor’s Guide to Planning, Performing, and Presenting IT Audits
Pedoman baru dari IIA Research Foundation untuk membantu auditor internal memahami keseluruhan proses dan aktivitas yang dilakukan dalam melakukan audit seputar teknologi informasi dan komunikasi.

2.  Best Practices: Evaluating the Corporate Culture
Memberikan pemahaman bagaimana teknik mengevaluasi soft control yang terbukti efektif pada berbagai organisasi. Teknik yang dapat disesuaikan untuk organisasi lain sesuai kebutuhan.

3. Internal Auditing: Assurance and Consulting Services, 2nd Edition
Buku teks utama yang disponsori oleh IIA Research Foundation yang berisikan hal-hal fundamental yang dapat diterapkan dalam profesi yang terus bergerak ini.

4. CIA Model Exam Questions – IPPF Aligned
Panduan belajar bagi Anda yang bersiap diri menghadapi ujian CIA. Berisikan 400 contoh pertanyaan (100 pertanyaan per Part) beserta pembahasan jawabannya. Sangat berguna untuk familiarisasi soal-soal ujian CIA. Syukur-syukur ada yang keluar di ujian!

5. Sawyer’s Internal Auditing, 5th Edition
Buku referensi ‘wajib’ yang perlu dimiliki oleh praktisi auditor internal. Buku ini terhitung legendaris dan menunjukkan evolusi praktik auditor internal selama puluhan tahun.

6. Implementing The International Practices Framework, 3rd Edition
Handbook ini merupakan pedoman praktik bagi aktivitas audit internal untuk menerapkan IPPF dan menuntun kepatuhan terhadapnya langkah-demi-langkah.

7. Certified Government Auditing Professionals (CGAP) Exam Study Questions
Panduan belajar bagi yang akan mengambil ujian CGAP, yaitu profesional auditor internal di sektor publik (di Amerika Serikat khususnya). Berisi sebanyak 230 pertanyaan beserta pembahasan jawabannya.

8. International Professional Practices Framework
Merupakan buku pedoman yang dikeluarkan oleh IIA untuk memberikan standar yang wajib diikuti dan panduan praktik lain yang sangat disarankan untuk diterapkan oleh praktisi auditor internal di seluruh dunia.

9. Using Surveys in Internal Audits
Buku ini memberikan panduan bagi auditor internal yang ingin atau perlu menggunakan teknik survey dalam melakukan penugasannya.

10. Quality Assessment Manuals, 6th Edition
Buku manual yang memberikan panduan dan tools untuk menerapkan program pemastian kualitas dan peningkatan (QAIP), termasuk bagaimana menguji dan menilai program tersebut. Pada edisi ke-6 ini telah disesuaikan dengan IPPF yang baru.

Nah, sudahkah Anda memiliki buku yang banyak dimiliki profesional audit internal lain?




Bukti Audit dan Kertas Kerja Audit

Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Standar pekerjaan lapangan ketiga mewajibkan auditor untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten sebagai dasar bagi auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Isi standar tersebut adalah sebagai berikut:

Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa”.
Cukup atau tidaknya bukti audit menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh auditor dalam auditnya, sedangkan kompetensi bukti audit menyangkut kualitas atau keandalan bukti yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sumber bukti, pengendalian intern, dan cara untuk memperoleh bukti.

Tipe Bukti Audit dan Prosedur Audit
Ada delapan tipe bukti audit yang harus diperoleh auditor dalam auditnya: pengendalian intern, bukti fisik, bukti dokumenter, catatan akuntansi, perhitungan, bukti lisan, perbandingan dan ratio, serta bukti dari spesialis.

Untuk memperoleh bukti audit, auditor melaksanakan prosedur audit yang merupakan instruksi terperinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang dipakai oleh auditor untuk memperoleh bukti audit adalah inspeksi, pengamatan, wawancara, konfirmasi, penelusuran, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning.

Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh karena itu, auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar, seperti contoh berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan yang tidak sehat, manajemen yang tidak dapat dipercaya, penggantian auditor publik yang dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas, perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba, usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini perlu dimiliki oleh auditor untuk menghindarkan dirinya dari pernyataan pendapat wajar atas laporan keuangan klien yang berisi ketidakjujuran.

Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan keputusan yang saling berkaitan, yaitu: 
  1. penentuan prosedur audit yang akan digunakan, 
  2. penentuan besarnya sampel untuk prosedur audit tertentu, 
  3. penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dari populasi, dan; 
  4. penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit tersebut.

Konsep Kertas Kerja dan Atribut Kerja yang Baik
Kertas kerja adalah catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Kertas kerja merupakan mata rantai yang menghubungkan catatan akuntansi klien dengan laporan audit yang dihasilkan oleh auditor. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
  • telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan pertama, yaitu pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, 
  • telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua, yaitu pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan, dan;
  • telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga, yaitu bukti audit telah diperoleh, prosedur pemeriksaan telah diterapkan, dan pengujian telah dilaksanakan yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Empat tujuan terpenting pembuatan kertas kerja adalah untuk (1) mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan, (2) menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya, (3) mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit, dan (4) memberikan pedoman dalam audit tahun berikutnya.

Dalam hal audit dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah, maka Kertas Kerja Audit adalah milik Instansi Pengawasan Internal Pemerintah, bukan milik Satuan Kerja Auditi/klien atau milik pribadi auditor. Namun, hak pemilikan kertas kerja oleh Instansi Pengawasan Internal Pemerintah masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Kode Etik  APIP yang berlaku, untuk menghindarkan penggunaan hal-hal yang bersifat rahasia oleh auditor dalam hubungannya dengan transaksi Satuan Kerja untuk tujuan yang tidak semestinya. Pengungkapan informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak ketiga dibatasi oleh Kode Etik APIP tentang Prinsip Kerahasiaan yaitu Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

Tipe Kertas Kerja dan Pengolaan Kertas Kerja
Ada lima tipe kertas kerja: program audit, working trial balance, ringkasan jurnal adjustment, skedul utama, dan skedul pendukung. Pelaksanaan standar pekerjaan lapangan pertama, yang berbunyi “Audit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus dipimpin dan disupervisi semestinya” dapat dicerminkan dari berbagai tipe kertas kerja yang dihasilkan oleh auditor. Perencanaan audit yang baik akan terlihat dalam tipe kertas. kerja program audit yang dibuat oleh auditor, sedangkan supervisi terhadap pekerjaan asisten dapat tercermin dari tanda tangan reviewer yang tercantum pada setiap tipe kertas kerja yang dihasilkan dalam audit.

Kertas kerja harus diberi indeks untuk memudahkan pencarian informasi yang tercantum di dalamnya dan untuk memudahkan pengaitan informasi dalam suatu kertas kerja dengan informasi dalam kertas kerja yang lain.

Setelah auditor menyelesaikan tugas audit, kertas kerja diarsipkan ke dalam dua macam arsip (1) arsip kini dan (2) arsip permanen. Arsip kini digunakan untuk menyimpan kertas kerja yang hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diaudit saja, sedangkan arsip permanen digunakan untuk menyimpan kertas kerja yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun audit.

17 November 2010

Download Peraturan Presiden RI

Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Tentang Perubahan Kedua atas Keppres No. 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN


Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tentang Perubahan Ketiga atas keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (Pengganti Keppres 80/2003)

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
Penjelasan atas Perpres  No.54 Tahun 2010












Download Undang-Undang

Tentang Keuangan Negara

Tentang Badan Usaha Milik Negara

Tentang Perbendaharaan Negara
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Tentang Pemerintahan Daerah
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang.
Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.







Download Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997  Tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap

Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah

Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah

Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)



Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil