Apa yang salah dengan keinginan itu ? Apakah tidak boleh seorang auditor ber-”improvisasi” dalam memainkan komposisi prosedur auditnya ? Apakah auditor harus selalu patuh pada “conductor” untuk menghasilkan alunan laporan audit yang harmonis? Apakah auditor dapat langsung memainkan peranannya sebagai pemaiz jazz yang mahir?
Retorika pertanyaan tersebut secara faktual telah menghantui dunia ”persilatan audit” dalam praktik pemeriksaan. Ada kecenderungan auditor terlalu confidence yang kadang lupa bahwa ada pakem yang mesti dan kudu dipegang dalam memainkan peranannya sebagai auditor. Ini mendorong tumbuhnya auditor yang senang berperan sebagai pemain jazz. Ilustrasi tersebut akan coba dikupas untuk memahami pentingnya sebuah pedoman pemeriksaan dalam kancah pemeriksaan.
Improvisasi prosedur audit
Seorang pemain jazz diukur talentanya ketika dia dapat melakukan suatu permainan yang di luar pakem. Misalnya, pemain bass dengan mudah berpindah dari nada dasar C mayor ke G tanpa kesulitan dan akan kembali ke nada dasar semula. Pola permainan ini ditonjolkan sebagai suatu warna khas dari musik jazz yang dihasilkan oleh pemain bas tersebut sehingga memperindah komposisi jazz yang dihasilkan.
Praktik dalam pemeriksaan selama ini, masih ada auditor eksternal maupun internal pemerintah berlagak seperti pemain jazz. Mereka mengaudit dengan improvisasi sekenanya mengikuti intuisi yang dipercaya, selama ampuh menemukan temuan tanpa mengindahkan prosedur audit yang disusun dalam program audit.
Celakanya, improvisasi tersebut tidak didokumentasi ke dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) dengan baik, sehingga tidak mempunyai nilai tambah bagi perbaikan program pemeriksaan yang ada. Yang paling mengkhawatirkan dengan gaya improvisasi tersebut adalah menyulitkan proses quality assurance yang menjamin keandalan prosedur audit yang dijalankan.
Celakanya, improvisasi tersebut tidak didokumentasi ke dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) dengan baik, sehingga tidak mempunyai nilai tambah bagi perbaikan program pemeriksaan yang ada. Yang paling mengkhawatirkan dengan gaya improvisasi tersebut adalah menyulitkan proses quality assurance yang menjamin keandalan prosedur audit yang dijalankan.
Dalam SPKN jelas pada standar umum dan standar pelaksanaan, auditor dan proses auditnya harus didasarkan pada suatu perencanaan audit yang disupervisi secara memadai melalui proses audit yang andal. Artinya, dalam melakukan audit, auditor tidak boleh seenaknya melakukan improvisasi dalam prosedur audit.
Lebih gawat lagi, sejak awal seorang auditor telah melakukan improvisasi tanpa mengindahkan prosedur audit yang dituangkan dalam program audit. Bukan sebuah warna musik yang indah yang dihasilkan, tetapi suara sumbang kaleng kosong yang memekakkan telinga pendengar. Oleh karena itu, jenis audit apapun baik itu audit keuangan, audit kinerja, ataupun PDTT, program audit sebagai suatu pedoman untuk melakukan prosedur audit harus dijalankan terlebih dahulu secara maksimal. Tetapi bukan berarti meredam inovasi untuk berimprovisasi dalam menjalankan prosedur audit.
Ada kalanya prosedur audit harus dikembangkan dengan baik dan taktis oleh seorang auditor dengan mengembangkan prosedur audit yang ada. Tentunya semua harus dikomunikasikan dengan supervisor dan didokumentasikan dengan baik supaya dapat menjadi patokan program audit pada audit yang sama di masa mendatang.
Permainan jazz berbeda dengan permainan sebuah orkestra simponi yang memainkan musik klasik yang dipimpin oleh seorang conductor melalui tuntutan partitur untuk setiap pemainnya. Sebuah keindahan irama yang dihasilkan permainan dapat diresapi apabila ada harmonisasi yang spontan dan bersahutan antara lantunan instrumen musik satu dengan yang lain meskipun tidak dilengkapi sebuah partitur ataupun dibimbing oleh seorang conductor.
Ada kalanya anggota tim dengan anggota tim lainnya seakan-akan berjalan sendiri lupa akan ”partitur” untuk instrumen yang harus dimainkan. Yang lebih parah, mereka lupa harus memperhatikan arahan dari ketua tim, pengendali teknis bahkan penanggung jawab. Mungkin kondisi bisa lebih parah lagi ketika semua pemain bingung akan pola permainan yang harus dimainkan sesuai dengan partitur dalam bentuk program audit.
Ini semua disebabkan adanya perencanaan audit yang tidak terarah, jelas dan relevan dengan ekspektasi hasil audit yang telah ditetapkan. Semua berjalan dengan ”bonek (bondho nekat)”, tanpa patokan yang jelas dan konsisten. Hasilnya adalah opini audit laporan keuangan isinya kumpulan temuan kepatuhan tanpa ada hubungan dengan pengujian kewajaran asersi manajemen. Covernya laporan pemeriksaan kinerja di dalamnya daftar temuan kepatuhan tanpa ada suatu rekomendasi yang konstruktif. Bahkan ada hasil PDTT tanpa jelas simpulannya.
Jadi apa boleh auditor jadi pemain jazz? Syarat menjadi pemain jazz ternyata tidak semudah yang dikira. Kalau pernah lihat pertunjukan jazz, akan terlihat setiap pemain mempunyai kelihaian mempertontonkan permainan yang unik atas instrumen yang dimainkan dengan tetap dalam koridor permainan jazz yang harmonis.
Untuk menjadi auditor yang andal seperti pemain jazz yang piawai harus menempuh sederetan prasyarat yang
mutlak harus ada bagi auditor seperti diatur dalam standar umum dalam SPKN yang meliputi kompetensi. Indepedensi, due profesional care dan quality assurance. Jadi tidak mungkin seseorang langsung memainkan permainan melodi atau saxophone dengan penuh improvisasi kalau tidak dibekali keahlian yang sudah melekat dan diasah secara terus menerus, sehingga kepekaan dalam main musik dapat tumbuh dengan baik. Disana seorang pemain bukan hanya ahli tetapi punya tanggung jawab profesi untuk dapat memberikan sumbangan yang optimal atas keindahan komposisi musik jazz yang dihasilkan.
mutlak harus ada bagi auditor seperti diatur dalam standar umum dalam SPKN yang meliputi kompetensi. Indepedensi, due profesional care dan quality assurance. Jadi tidak mungkin seseorang langsung memainkan permainan melodi atau saxophone dengan penuh improvisasi kalau tidak dibekali keahlian yang sudah melekat dan diasah secara terus menerus, sehingga kepekaan dalam main musik dapat tumbuh dengan baik. Disana seorang pemain bukan hanya ahli tetapi punya tanggung jawab profesi untuk dapat memberikan sumbangan yang optimal atas keindahan komposisi musik jazz yang dihasilkan.
Auditor memainkan instrumen musik berupa teknik audit yang menghasilkan alunan analisis bukti audit yang menghasilkan irama temuan audit yang memberikan komposisi musik yang indah dan memenuhi harapan dan kebutuhan para pemilik kepentingan. Untuk itu tidak ada kata lain, persyaratan profesionalisme auditor menjadi prasyarat yang mutlak untuk memberikan kualitas laporan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian tidak hanya sebatas pada kemampuan auditor tetapi harus ada proses pemahaman ”aturan main” berupa pedoman pemeriksaan yang secara konsisten diikuti dalam memainkan peranan dan tugas sebagai auditor. Interaksi auditor sebagai pemain dengan pakem ini selalu dinamis saling mengisi dan menjadikan pemain yang profesional yang dapat ditularkan kepada pemain lain.
Tidak ada yang salah dengan keinginan menjadi pemain jazz bagi seorang auditor. Namun sebuah organisasi yang baik bukan hanya menciptakan ”smart people” melainkan ”smart system”. Organisasi yang mempunyai kemampuan menciptakan sebuah aransemen manajemen audit yang pintar yang menjadi referensi yang aktual dan valid bagi setiap langkah para auditor yang kompeten, inovatif dan bertaanggung jawab untuk menghasilkan sebuah alunan musik yang memberikan komposisi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.
Disarikan dari tulisan Yudi Ramdan -
Majalah Pemeriksa_BPK-RI, edisi NO 114/ September - Oktober 2008 /Tahun XXVIII
No comments:
Post a Comment